Kebijakan Pemerintah dalam Penguatan Nilai Pancasila

Merajut Kebersamaan, Menguatkan Identitas Bangsa: Kebijakan Pemerintah dalam Penguatan Nilai Pancasila

Pendahuluan

Pancasila, lebih dari sekadar dasar negara, adalah bintang penuntun, filosofi hidup, dan identitas kolektif bangsa Indonesia. Terlahir dari rahim perdebatan dan pemikiran para pendiri bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang telah mengakar dalam masyarakat Nusantara selama berabad-abad. Lima sila yang terkandung di dalamnya—Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia—bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan cerminan dari cita-cita luhur untuk membangun sebuah negara yang berdaulat, adil, makmur, dan beradab.

Namun, di tengah arus globalisasi yang kian deras, disrupsi teknologi, serta tantangan ideologi transnasional yang berupaya merongrong persatuan, nilai-nilai Pancasila kerap dihadapkan pada ujian berat. Polarisasi sosial, ujaran kebencian, radikalisme, intoleransi, hingga fenomena lunturnya semangat gotong royong menjadi indikator bahwa penguatan Pancasila bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Menyadari urgensi ini, pemerintah Indonesia secara konsisten merumuskan dan mengimplementasikan berbagai kebijakan strategis untuk merevitalisasi, menginternalisasi, dan membudayakan nilai-nilai Pancasila di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif berbagai kebijakan pemerintah dalam penguatan nilai Pancasila, menyoroti pilar-pilar utama, tantangan yang dihadapi, serta proyeksi ke depan.

Urgensi Penguatan Nilai Pancasila di Era Modern

Sebelum membahas kebijakan, penting untuk memahami mengapa penguatan Pancasila menjadi sangat krusial saat ini. Pertama, globalisasi membawa serta berbagai ideologi asing yang berpotensi mengikis identitas bangsa. Ideologi liberalisme ekstrem yang menekankan individualisme, fundamentalisme agama yang mendorong intoleransi, hingga populisme yang memecah belah, semuanya dapat mengancam kohesi sosial yang telah dibangun di atas fondasi Pancasila. Kedua, perkembangan teknologi informasi, khususnya media sosial, telah menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memfasilitasi komunikasi dan penyebaran informasi, namun di sisi lain, ia juga menjadi medium subur bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda anti-Pancasila yang masif dan sulit dikendalikan. Ketiga, ancaman internal berupa praktik korupsi, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan juga secara fundamental merusak kepercayaan publik terhadap nilai-nilai Pancasila yang mengamanatkan keadilan dan kemakmuran bersama. Keempat, pergeseran nilai di kalangan generasi muda yang lebih terpapar budaya global menuntut pendekatan yang inovatif dalam sosialisasi Pancasila agar relevan dan tidak terasa dogmatis.

Landasan Filosofis dan Yuridis Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam penguatan Pancasila tidak muncul begitu saja, melainkan memiliki landasan yang kuat. Secara filosofis, Pancasila adalah weltanschauung atau pandangan hidup bangsa yang telah digali dari kekayaan budaya dan spiritual Nusantara. Secara yuridis, Pancasila merupakan dasar negara yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta diperkuat oleh berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, secara eksplisit menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah wajib berlandaskan dan bertujuan untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

Pilar-Pilar Kebijakan Pemerintah dalam Penguatan Pancasila

Pemerintah menyadari bahwa penguatan Pancasila harus dilakukan secara holistik dan melibatkan berbagai sektor. Berikut adalah beberapa pilar kebijakan utama yang telah dan sedang diimplementasikan:

1. Pendidikan dan Sosialisasi Berjenjang
Pendidikan adalah garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah melakukan upaya penguatan melalui:

  • Kurikulum Pendidikan: Reaktualisasi materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di semua jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi. Pendekatan pembelajaran tidak lagi sekadar hafalan, melainkan diarahkan pada pemahaman kontekstual dan implementasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Program "Profil Pelajar Pancasila" dalam Kurikulum Merdeka adalah salah satu wujud nyata dari upaya ini, yang bertujuan membentuk karakter pelajar yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
  • Pembentukan Lembaga Khusus: Dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada tahun 2018 (sebelumnya UKP-PIP) menjadi tonggak penting. BPIP memiliki tugas pokok untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. BPIP aktif menyelenggarakan berbagai program, mulai dari pelatihan Paskibraka yang disisipi materi Pancasila, sosialisasi daring, hingga penerbitan bahan-bahan bacaan dan modul pembelajaran.
  • Penguatan Peran Guru dan Dosen: Pelatihan dan peningkatan kapasitas guru dan dosen sebagai ujung tombak pembinaan ideologi Pancasila. Mereka dibekali metode pengajaran yang inovatif dan relevan dengan tantangan zaman.
  • Media dan Kampanye Publik: Pemanfaatan berbagai platform media (tradisional dan digital) untuk kampanye publik tentang nilai-nilai Pancasila. BPIP, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta lembaga-lembaga lain secara aktif memproduksi konten-konten edukatif dan inspiratif yang mudah diakses oleh masyarakat luas, terutama generasi muda.

2. Penegakan Hukum dan Ketertiban
Pancasila tidak hanya perlu disosialisasikan, tetapi juga dilindungi dari ancaman ideologi yang bertentangan.

  • Penindakan Organisasi Anti-Pancasila: Pemerintah melalui aparat penegak hukum (TNI dan Polri) secara tegas menindak organisasi atau kelompok yang secara terang-terangan menolak atau berniat mengganti ideologi Pancasila, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Regulasi Konten Digital: Penerbitan dan penegakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) digunakan untuk menindak penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten-konten provokatif yang dapat memecah belah bangsa dan merusak nilai-nilai Pancasila.
  • Pencegahan Radikalisme dan Terorisme: Sinergi antarlembaga seperti BNPT, Densus 88, dan institusi pendidikan dalam program deradikalisasi dan pencegahan penyebaran paham radikal, yang secara fundamental bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang beradab dan Persatuan Indonesia.

3. Revitalisasi Budaya dan Kearifan Lokal
Pancasila digali dari kekayaan budaya bangsa. Oleh karena itu, penguatan Pancasila harus sejalan dengan pelestarian dan revitalisasi budaya.

  • Program Pelestarian Budaya: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menginisiasi berbagai program pelestarian seni tradisional, bahasa daerah, dan kearifan lokal yang sarat akan nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, musyawarah, dan toleransi.
  • Pemanfaatan Seni sebagai Media: Mendorong seniman dan budayawan untuk menciptakan karya-karya yang menginspirasi dan merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjadikannya media yang efektif untuk menyentuh hati dan pikiran masyarakat.

4. Penguatan Ekonomi Berkeadilan
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjadi landasan bagi kebijakan ekonomi pemerintah.

  • Pemerataan Pembangunan: Program pembangunan infrastruktur yang merata hingga ke daerah terpencil, pembangunan desa, dan peningkatan akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, bertujuan mengurangi kesenjangan dan menciptakan keadilan ekonomi.
  • Pemberdayaan UMKM dan Koperasi: Dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan yang mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan ekonomi.
  • Kebijakan Afirmatif: Program-program bantuan sosial dan subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk memastikan tidak ada warga negara yang tertinggal dalam pembangunan.

5. Kolaborasi Antar-Lembaga dan Partisipasi Masyarakat
Pemerintah menyadari bahwa penguatan Pancasila adalah tugas kolektif.

  • Sinergi Pentahelix: Mendorong kerja sama antara pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas, dan media dalam berbagai program penguatan Pancasila.
  • Peran Tokoh Masyarakat dan Agama: Menggandeng tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dan teladan dalam menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan masing-masing.
  • Pemberdayaan Keluarga: Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat memiliki peran fundamental dalam menanamkan nilai-nilai dasar Pancasila sejak dini. Pemerintah mendukung program-program yang memperkuat fungsi keluarga sebagai pilar utama pendidikan karakter.

Tantangan dan Strategi ke Depan

Meskipun berbagai kebijakan telah diimplementasikan, tantangan dalam penguatan Pancasila masih besar. Pertama, bagaimana membuat Pancasila relevan dan menarik bagi generasi muda yang cenderung pragmatis dan terpapar informasi global secara instan. Kedua, politisasi Pancasila yang terkadang terjadi dalam kontestasi politik dapat mengurangi makna sakral dan mempersulit proses internalisasi yang tulus. Ketiga, kesenjangan antara narasi Pancasila dan realitas praktik di lapangan, seperti masih adanya korupsi dan ketidakadilan, dapat menimbulkan skeptisisme publik.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu terus berinovasi:

  • Pendekatan Inovatif dan Digital: Memanfaatkan teknologi digital dan platform media sosial secara lebih kreatif untuk sosialisasi Pancasila, dengan konten yang interaktif, visual menarik, dan relevan dengan gaya hidup generasi muda.
  • Pancasila dalam Aksi Nyata: Menggeser fokus dari sekadar ceramah ke implementasi nyata nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan publik, pelayanan masyarakat, dan perilaku aparat negara.
  • Dialog dan Diskusi Terbuka: Mendorong ruang-ruang dialog yang inklusif dan terbuka mengenai Pancasila, untuk memfasilitasi pemahaman yang mendalam dan menghindari dogmatisme.
  • Evaluasi Berkelanjutan: Melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan yang telah berjalan, untuk mengidentifikasi kelemahan dan merumuskan strategi perbaikan yang adaptif.

Kesimpulan

Kebijakan pemerintah dalam penguatan nilai Pancasila adalah sebuah ikhtiar besar yang berkelanjutan untuk menjaga dan merawat fondasi kebangsaan Indonesia. Dari pendidikan, penegakan hukum, revitalisasi budaya, hingga penguatan ekonomi berkeadilan, setiap langkah dirancang untuk memastikan bahwa Pancasila tetap hidup, relevan, dan menjadi panduan bagi setiap warga negara. Meskipun tantangan akan selalu ada, komitmen pemerintah yang kuat, didukung oleh partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, adalah kunci untuk mewujudkan Indonesia yang kokoh, bersatu, adil, dan makmur berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Penguatan Pancasila bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan amanah bersama untuk memastikan masa depan bangsa yang berdaulat dan bermartabat.

Exit mobile version